Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Masa Depanku Tak Jauh-Jauh dari Pemikiranku

Panggil saja namaku Aya. Terkadang kuhanya iseng berpikir, namun aku pun sadar dalam berpikirku itu aku sangatlah berharap. Tapi di lain sisi, diriku pun bertanya-tanya, "kenapa aku hanya iseng berpikir?" Dan itu terjawab jelas, karena aku merasa diriku ini berpikir untuk sesuatu yang khayal, sesuatu yang gak mungkin terjadi, mustahil rasanya diri ini bisa untuk meraihnya. Tapi, yang namanya kehidupan tetaplah akan terus saja berjalan. 
Pertama, dahulu kala waktu aku masih SD (Sekolah Dasar) aku kepikiran, "aku sangat ingin sekali bisa sekolah sambil mondok", karena melihat salah satu dari temanku yang mengatakan hal tersebut. Namun lain sisi diri ini pun sebenarnya sadar, "hal demikian merupakanlah sesuatu yang seakan hanya khayal, manamungkin diri ini bisa sekolah sekaligus mondok, bisa melanjutkan sekolah saja sudah bersyukur, Alhamdulillah". Tapi kehidupan berjalan, tanpa aku sadari, saat memasuki sekolah MAN (Madrasah Aliyah Negeri) atau setara dengan SMA, ternyata keisenganku dalam berpikir itu terwujud. Aku bisa sekolah sekaligus mondok.

Kedua, saat dimulai sedari kecil pemikiranku hanya bisa untuk berpikir setelah sekolah tamat atau selesai, jalan yang akan di tempuh satu-satunya, yaitu harus bekerja. Namun berbeda lagi, pun saatku sudah mulai mengerti dan teman-temanku lebih banyak yang memilih jalan untuk kuliah terlebih dahulu. Aku pun hanya bisa berpikir, "andai aku pun juga bisa kuliah". Lagi-lagi lain sisi hanya bisa sadar diri, "berkhayal sekali, hanya mustahil rasanya bisa kuliah." Tapi dan lagi-lagi kehidupan tetaplah berjalan, kini diri ini menyadari nyatanya diri ini mampu dan bisa kuliah. Akhirnya aku bisa kuliah, meski dengan pengorbanan dan perjuangan yang mungkin tak akan pernah terlupakan.
 
Dan ketiga, di saat waktu aku memasuki kuliah pertama. Aku sangat bingung mengenai tempat tinggalku karena tempat rumah dan kuliah sudahlah beda kota. Alhamdulillah meski aku punya rombogan teman-teman satu kota, untuk sementara waktunya tinggal di pondok. Tapi saya mengakui, bahwa pondok yang sedang aku tinggali saat itu jaraknya lumayan jauh dari kampus. Karena tak ada pilihan lainnya, akhirnya teman-temanku punya niat buat mondok, sebagai tempat tinggal di situ saja. Sebenarnya aku pun setuju, tapi saat aku pulang orang tuaku punya saran tersendiri. Intinya, karena tak jauh-jauh dari masalah ekonomi untuk mencari tempat yang murah saja. Terserah mau apapun itu. Dan akhirnya aku pun berpikir "andaikan semoga aku bisa tinggal seperti yang kaya rumah, atau paling ndak aku bisa tinggal di rumah yang isinya kaya keluarga". Dan ternyata Alhamdulillah, pun terlaksana juga. Di rantauan aku seakan memiliki keluarga baru layaknya di rumah yang berisikan dengan teman-teman baruku sendiri. Sangat tepat seperti apa yang saya pikirkan, dan inginkan.
Cerita di atas hanyalah sedikit dari beberapa yang aku alami sampai dengan sekarang ini tentang keisenganku dalam berpikir tapi pun juga berharap. Mulai dari hal yang paling sepele yang akhirnya menjadi kenyataan dan terwujud pun masih banyak. Namun aku cukupkan, karena ada yang bisa untuk dipetik dari cerita-cerita diatas. Dimana dari itu semuanya menjadikan aku mempunyai pun memiliki pemikiran, "Masa depanku, ialah tak jauh-jauh dari pemikiranku". Jadi akan lebih baik, terutama untuk diri sendiri ini, "untuk tetaplah berusaha berpikir dari yang baik untuk terus menjadi yang lebih baik hingga menjadikan yang terbaik, selagi itu baik.

2 komentar untuk "Masa Depanku Tak Jauh-Jauh dari Pemikiranku"

  1. Berat mikirin masa depan, semangat untuk kita pejuang kebahagiaan:')

    BalasHapus
  2. Stop overtingking, perbanyak positif tingking

    BalasHapus