Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Titik Rendah, Bahkan Terendah

Sampah.
Atau debu?
Kata yang harusnya paling gak disukai, tapi malah dengan percaya dirinya selalu mengungkapkan diri sendiri layaknya kata itu. Bagaikan sampah, bagaikan debu. Hai, kamu capek-capek, sudah usaha sekeras-kerasnya tapi masih saja kamu merendahkanmu dengan sampah, debu?

 
Kamu sungguh sangat berarti, sungguh. Hanya karena kamu sedang di titik rendahmu, bahkan terendah kamu langsung saja menghukum dirimu menjadikan sesuatu yang tak ada harganya. Jahat, harus sadar kamu sudah jahat itu namanya ngerti?

Bersedih bolehlah bersedih, silahkan. Menangis, boleh sangat membolehkan siapa yang ngelarang? Luapkan sebisamu, semuanya. Inget, semuanya saja. Kamu pun paham kan? Itu memang sedang capek, sangat-sangat capek. Luapkan saja. Dunia pun sudah mengetahui itu namanya lagi capek. Capek segala-galanya. Pokoknya segalanya, iya kan?

Tapi inget lagi, minimal buat aku saja gak apa-apa. Secapek-capeknya kamu, kamu itu tetap harus bangkit. Berdiri lagi. Karena berlarut dalam keputusasaan itu hanya akan ada jurang yang menghampirimu. Gelap, segelap-gelapnya isinya.

Ada seseorang lain yang cukup berarti mengatakan, "Jangan ngibaratin diri sendiri sampah walau dalam kondisi apapun, kamu iya kamu bukan sampah. Kamu punya nilai dalam hidup. Sampah pun juga ada nilainya setelah di daur ulang kalo kamu ibaratin dirimu sampah".

Sampah saja harus daur ulang lagi supaya dapat nilainya. Dan sampah pun mampu menjadikannya bisa bernilai kembali. Buat kamu? Kamu bukan sampah, merupakan bagaikan mutiara, atau bahkan berlian. Hanya perlu mau maju terus untuk terus menjadi mengkilat, semakin mengkilat. Mengilap, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Jadi kembali seperti apa kata seseorang lain yang cukup berarti, "Jelas berguna kamu, sekali lagi tolong jangan nilai rendah dirimu sendiri. Ada waktunya kamu nunjukin siapa diri kamu".

Posting Komentar untuk "Titik Rendah, Bahkan Terendah"